Peraturan DirJen Pajak Nomor PER-11/PJ/2018 tentang zakat atau sumbangan keagamaan

Pertanyaan

Berdasarkan Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-11/PJ/2018 menjelaskan tentang zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto melalui badan atau lembaga penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang disahkan oleh pemerintah.

1. apabila sebuah badan ingin menyumbang ke sebuah lembaga yang di atur pada ketentuan diatas. apakah bisa menyumbang tidak sesuai agama si penyumbang? atau boleh atau tidak, lintas agama?
2. sifat wajib pada ketentuan diatas, apakah ada pengertian/ketentuan yang mengatur dasar wajibnya?
3. apakah ada batasan besaran nilai maksimal sumbangan? Jika ada - mohon info ketentuan yang mengatur hal tersebut?
4. bagaimana pencatatannya bagi badan yang melakukan sumbangan?

Jawaban

Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan kepada kami, sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g UU Pajak Penghasilan (UU Nomor 36 Tahun 2008) menjelaskan bahwa atas zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah dapat mengurangi penghasilan bruto.

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat Atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto menegaskan bahwa:

(1)    Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
meliputi:
a.    Zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;atau

b.    Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa atas zakat yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Badan yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Badan yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang  dibentuk atau disahkan Pemerintah yang dapat mengurangi penghasilan bruto.

Pengertian “wajib“ ini tidak diatur lebih lanjut di dalam ketentuan/aturan perpajakan namun lebih kepada pemenuhan kewajiban bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan yang diatur menurut Islam. Ketentuan yang sama juga berlaku pada penjelasan huruf b) dalam hal berupa sumbangan keagamaan bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam.
 
Ketentuan teknis mengenai Tatacara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto ini diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-254/PMK.03/2010 bahwa  Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib. Bukti pembayaran tersebut dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan paling sedikit memuat :
  1. Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar;
  2. Jumlah pembayaran;
  3. Tanggal pembayaran;
  4. Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
  5. Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau
  6. Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.

Terkait pencatatan pengeluaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan Yang Sifatnya Wajib yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Badan dicatat sebagai beban didalam Laporan Laba Rugi Perusahaan. Namun, di dalam ketentuan tersebut tidak diatur mengenai batasan maksimal mengenai Zakat maupun sumbangan Keagamaan tersebut.

Adapun untuk Badan/ Lembaga Yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah Yang Ditetapkan sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan Keagamaan yang sifatnya Wajib Diatur didalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor 11/PJ/2018.

Demikianlah penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.