Pemungutan PPh atas sewa jasa pengangkutan laut

Pertanyaan

Perusahaan saya bergerak di bidang Pelayaran dalam negeri, sekarang ini kami sedang terikat perjanjian kontrak sewa jasa pengangkutan laut untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) antar pulau yang mana kapal kami melaksanakan muat di pelabuhan A kemudian diangkut ke Pulau B , dikarenakan tempat penerima bbm di pulau B berada dikota maka untuk pengangkutan menggunakan kapal hanya sampai di pelabuhan, selanjutnya muatan dipindahkan dari kapal ke Mobil tanki untuk melaksanakan pengangkutan sampai ketempat tujuan.
Sebagai pertimbangan :
1. Perusahaan Kami adalah Perusahaan pelayaran dalam negeri ( SIUPAL ), melaksanakan kegiatan jasa pengangkutan Bahan bakar Minyak antar pulau di indonesia.
2. Perhitungan Jasa angkut berdasarkan Jumlah muatan/ liter dikalikan harga Rp/liter .
3. Untuk tarif jasa pengangkutan tersebut tidak ada pemisahan antara tarif jasa angkutan laut dan Jasa angkutan darat .
4. Jasa angkutan Utama adalah Jasa angkutan Laut ( Kapal ) dan Jasa Angkutan penunjang adalah Jasa angkutan darat ( mobil tanki )
5. Jangka waktu perjanjian kotrak sewa Jasa pengangkutan selama satu tahun dan dapat diperpanjang atas kesepakatan kedua belah pihak.

Pertanyaan saya ,oleh customer kami , kami dipungut PPh psl 23 .alasan customer kami untuk pemungutan PPh psl 23 bahwa Jasa angkutan barang yang kami laksanakan adalah jasa pengangkutan Multi moda ( Jasa angkutan Laut /kapal dan Jasa Angkutan darat/ mobil tanki ) dan tarif jasa angkutan didalam perjanjian tidak terpisah antara jasa angkutan laut dan jasa angkutan darat.
Sedangkan menurut pendapat kami seharusnya kami di potong PPh psl 15 . apakah keputusan pemungutan PPh psl 23 oleh customer kami atas jasa pengangkutan barang tersebut sudah sesuai dengan peraturan perpajakan ?

Jawaban

Terima kasih atas pertanyaan yang disampaikan kepada kami, pada dasarnya PPh Pasal 15 merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang bergerak pada beberapa industri tertentu salah satunya adalah perusahaan pelayaran dalam negeri.
Mengacu pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), PPh Pasal 15 ini menggunakan norma perhitungan khusus untuk menghitung penghasilan neto dari wajib pajak tertentu yang tidak dapat dihitung dengan ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (3) UU PPh.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan 416/KMK.04/1996 tentang Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya. Mengenai Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat final.

Sedangkan untuk Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 UU PPh, seperti jasa angkutan darat terutang PPh Pasal 23, hal ini diatur  berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang  Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Merujuk pada pertanyaan yang disampaikan kepada kami terdapat beberapa poin utama yang dapat kami simpulkan bahwa perusahaan anda adalah perusahaan pelayaran dalam negeri yang memiliki Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) sebagai salah satu syarat dan bukti untuk mendapatkan fasilitas pengenaan PPh Pasal 15 UU PPh.

Selanjutnya, perusahaan tersebut mendapatkan kontrak sewa jasa pengangkutan laut untuk  Bahan Bakar  Minyak (BBM)  antar pulau yang mana kapal tersebut memuat barang dari pelabuhan A untuk diangkut  ke Pulau B dan ini menerangkan bahwa perusahaan nyata-nyata melakukan aktifitas pelayaran dalam negeri.

Namun, aktifitas angkutan darat dari Pelabuhan Pulau B ke pusat kota (tujuan) tentunya yang berbeda perlakuannya dengan aktifitas angkutan laut baik dari nature bisnis maupun dari sisi perpajakan.

Berdasarkan UU No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal.  Sedangkan untuk Angkutan Multimoda  adalah  angkutan barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda angkutan yang berbeda atas dasar 1 (satu) kontrak yang menggunakan dokumen angkutan multimoda dari satu tempat diterimanya barang oleh operator angkutan multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penyerahan barang tersebut.

Menjawab pertanyaan bapak/ibu, menurut hemat kami atas jasa angkutan Bahan Bakar  Minyak (BBM)  antar pulau yang menggunakan jasa angkutan laut (Pelayaran) dari pelabuhan A kemudian  menuju Pulau B, seyogyanya dikenakan PPh Pasal 15, sedangkan sewa angkutan darat dari Pelabuhan Pulau B menuju kota tujuan dikenakan PPh Pasal 23 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 yang mengatur mengenai Jenis Jasa Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Mengingat pentingnya informasi dari besaran nilai masing-masing jasa, maka kami menyarankan untuk dapat dilakukan pemisahan atas kontrak tersebut berdasarkan porsi masing-masing sewa angkutan.
 
Demikianlah penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.